https://tangerang.times.co.id/
Forum Mahasiswa

Ketergantungan Gadget

Selasa, 09 Desember 2025 - 19:29
Ketergantungan Gadget Neisya Amartha Fiola, Mahasiswa Universitas Pamulang.

TIMES TANGERANG, TANGERANG – Coba deh, lihat sekelilingmu. Dua dekade terakhir, hidup berubah total gara-gara teknologi digital yang melaju kencang. Gadget seperti ponsel, tablet, dan laptop sekarang udah kayak teman sendiri, selalu nempel ke mana-mana. Kerja pakai gadget, belajar juga, hiburan apalagi semuanya lewat layar. 

Di balik semua kemudahan itu, ada harga yang harus dibayar. Ketergantungan gadget makin kelihatan, dan bukan cuma anak-anak, orang dewasa juga sama aja. Jadi, siapa nih yang salah? Teknologinya, atau kita sendiri yang kurang bijak?

Jujur, teknologi sendiri tidak pernah jadi musuh. Gadget diciptakan buat memudahkan hidup bikin komunikasi lancar, kerjaan beres lebih cepat, cari info tinggal sentuhan jari. Intinya, alatnya tidak salah apa-apa. Masalahnya muncul waktu kita gagal mengontrol diri. 

Budaya “selalu online,” kecanduan notifikasi, kebiasaan scroll tanpa tujuan semua itu tanda kita kurang punya rem. Banyak juga orang tua yang kasih gadget ke anak cuma biar anteng, padahal malah bikin anak makin lengket sama layar dari kecil.

Teknologi memang dibuat untuk memudahkan. Kerjaan cepat, info gampang didapat, ngobrol bersama keluarga jauh pun tidak susah lagi. Di pendidikan, gadget bantu banget anak bisa belajar online, akses aplikasi edukasi, cari materi yang dulu susah banget ditemukan. Jadi, jelas, masalahnya bukan di teknologinya. Masalahnya di manusia yang kadang lupa batas.

Ketergantungan gadget biasanya berawal dari kebiasaan buruk. Budaya “selalu online” bikin kita parno ketinggalan info. Notifikasi medsos kayak jebakan, bikin penasaran dan sering cuma kasih kepuasan singkat. 

Fenomena doom scrolling tiap malam tanpa sadar, kita cuma bengong sambil scroll-scroll. Banyak orang pegang gadget bukan karena butuh, tapi karena bingung mau ngapain. Orang dewasa aja sering kebablasan, apalagi anak-anak. Gadget sekarang malah jadi mainan atau babysitter digital.

Dampaknya? Sangat besar dan tidak main-main. Dari sisi kognitif, kelamaan main gadget bikin sulit fokus, otak jadi malas berfikir panjang, dan terbiasa sama stimulasi instan. Akhirnya, susah konsentrasi tanpa layar. 

Dari sisi psikologis, anak dan remaja jadi gampang cemas, kesepian, bahkan minder karena terus-terusan cari pengakuan di media sosial. Sisi sosialnya juga kena: makin individualis, empati menipis, mengobrol langsung jadi kaku. Kalau dibiarkan, bisa-bisa kita punya generasi yang jago teknologi tapi lemah dalam hubungan sosial dan emosi.

Solusinya bukan cuma batasi waktu main gadget. Yang paling penting, kita harus ubah pola pikir dan kebiasaan. Mulai atur batas screen time yang masuk akal, bikin zona bebas gadget di rumah kayak ruang makan atau kamar tidur dan biasakan digital detox. 

Jangan lupa, isi waktu dengan aktivitas tanpa layar: baca buku, olahraga, mengobrol langsung sama orang di sekitar. Pakai gadget kalau benar-benar perlu, bukan sekadar iseng.

Untuk jangka panjang, edukasi dari dini itu kunci. Literasi digital harus diajarkan sejak anak kenal teknologi tidak hanya cara pakainya saja, tapi juga paham risikonya, bisa atur waktu, jaga privasi, dan paham etika digital. 

Orang tua punya peran besar jadi contoh, karena anak pasti mengikuti yang mereka lihat di rumah. Sekolah juga harus terlibat, bukan cuma mengajari teknologi, tapi juga gaya hidup digital yang sehat.

Pemerintah dan pengembang teknologi juga harus turun tangan. Mereka bisa buat kebijakan atau fitur yang lebih ramah anak kayak mode pembatasan otomatis, pengingat waktu, atau teknologi yang bantu jaga keseimbangan antara dunia digital dan nyata. Edukasi publik soal bahaya ketergantungan gadget juga penting, supaya makin banyak yang sadar dan mau berubah.

Ketergantungan gadget itu bukan salah teknologinya, tapi gimana kita pakai dan membiasakan diri. Kuncinya ada di kesadaran, pendidikan, dan kebiasaan sejak dini. 

Kalau generasi sekarang sudah paham cara pakai teknologi dengan bijak, nanti kita bakal punya generasi yang bukan cuma melek digital, tapi juga sehat, seimbang, dan bisa ngontrol teknologi bukan dikontrol olehnya. Teknologi cuma alat. Kita sendiri yang tentuin masa depan bakal seperti apa.

***

*) Oleh : Neisya Amartha Fiola, Mahasiswa Universitas Pamulang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Tangerang just now

Welcome to TIMES Tangerang

TIMES Tangerang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.