https://tangerang.times.co.id/
Opini

Warisan Kebangkitan Nasional di Era Reformasi

Kamis, 22 Mei 2025 - 00:03
Warisan Kebangkitan Nasional di Era Reformasi Heru Wahyudi, Dosen di Prodi Administrasi Negara Universitas Pamulang.

TIMES TANGERANG, TANGERANG – Indonesia merayakan Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei. Tentunya hal ini jalan refleksi: sejauh mana kita melangkah dari semangat awal yang dinyalakan para pelajar STOVIA lewat Budi Utomo, menuju cita-cita Indonesia modern yang adil dan berdaulat?

Budi Utomo, lahir pada 1908, tak hanya bentuk organisasi, tapi titik awal kesadaran kolektif bangsa. Dipelopori oleh tokoh seperti dr. Soetomo dan dr. Wahidin Sudirohusodo, mereka menyadari: pendidikan adalah senjata awal melawan ketertinggalan dan penjajahan. Dr. Wahidin, lewat Dana Pelajar-nya, berjuang agar pribumi bisa mengenyam pendidikan tanpa mesti bergantung pada belas kasihan pemerintah kolonial.

Budi Utomo memang tidak langsung melawan Belanda, tapi menjadi bibit nasionalisme yang menular. Dari sana lahir Sarekat Islam, Indische Partij, hingga Perhimpunan Indonesia di Belanda. Benih-benih perlawanan itu makin kokoh dan sistemik. Di sinilah kita belajar: perjuangan tidak selalu dengan senjata, tapi bisa dimulai dari ruang kelas dan pena.

Kini, lebih dari seabad setelah kelahiran Budi Utomo, Hari Kebangkitan Nasional menjadi pengingat bahwa semangat persatuan dan gotong royong tak boleh luntur. Selain itu, di era digital saat ini, di mana polarisasi dan individualisme sering muncul. 

Tahun 2025, pemerintah mengusung tema “Bangkit Bersama Wujudkan Indonesia Kuat.” Sebuah seruan untuk memperkuat kolaborasi lintas generasi, menghadapi tantangan sosial dan ekonomi dengan inovasi, bukan sekadar romantisme sejarah.

Tapi refleksi kebangkitan tak lengkap tanpa mengingat babak penting lainnya: Reformasi 1998. Tanggal 21 Mei, sehari setelah Hari Kebangkitan Nasional, menandai runtuhnya Orde Baru dan lahirnya Era Reformasi. Saat itu, krisis moneter mengguncang Asia dan membuat Indonesia terseok. Nilai rupiah jatuh, harga melonjak, dan rakyat menderita. 

Di tengah kekacauan, mahasiswa bergerak. Ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR selama demonstrasi. Empat nyawa melayang di Tragedi Trisakti. Tekanan publik akhirnya membuat Soeharto mundur setelah 32 tahun berkuasa.

Reformasi bukan soal turunnya presiden. Pasalnya membuka keran demokrasi: pers bebas lewat UU Pers 1999, otonomi daerah lewat UU 22/1999, dan lahirnya KPK sebagai garda pemberantas korupsi. Tap MPR XI/1998 menegaskan bahwa pejabat negara harus bersih dari KKN. Walau, jalan reformasi tak mulus. Korupsi kian menggerogoti institusi, ketimpangan belum juga hilang, dan oligarki politik justru makin kuat di balik layar demokrasi.

Di titik inilah generasi muda kembali punya peran. Sejarah sudah membuktikan: dari Budi Utomo, Sumpah Pemuda, Proklamasi, hingga Reformasi, anak muda selalu jadi motor perubahan. Kini, di tengah banjir informasi dan maraknya hoaks, generasi Z dan Alpha seyogianya menjadi pemilih cerdas, pelaku demokrasi aktif, dan penjaga integritas.

Reformasi juga menjalar ke tubuh birokrasi. Sejak Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–2025 digagas, Indonesia berusaha membentuk birokrasi yang efisien, transparan, dan adaptif. Visi ke depan: birokrasi kelas dunia—kolaboratif, kapabel, dan berintegritas, yang betul-betul melayani rakyat.

Biarpun, seperti biasa, reformasi birokrasi menghadapi batu sandungan: resistensi dari dalam, budaya kerja lama yang enggan berubah, dan korupsi yang belum benar-benar lenyap. Belum lagi kapasitas SDM yang belum merata, serta pergantian kebijakan yang tak konsisten setiap kali ganti pemimpin.

Meski begitu, ada secercah terang. Pemerintah berhasil memangkas ribuan jabatan struktural, menggantinya dengan jabatan fungsional yang lebih dinamis. Mal Pelayanan Publik hadir di berbagai daerah, zona integritas ditegakkan, dan indeks efektivitas pemerintahan terus membaik secara global.

Ke depan, keberlanjutan reformasi birokrasi sangat bergantung pada profesionalisme ASN dan konsistensi lintas pemerintahan. ASN dituntut bukan cuma bekerja, tapi berinovasi dan menjaga etika. Setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) idealnya jadi laboratorium pelayanan prima, bukan hanya tempat stempel dokumen.

Singkat kata, Hari Kebangkitan Nasional dan Hari Reformasi adalah dua sisi dari mata uang yang sama. Keduanya menuntut komitmen kita pada perubahan, keadilan, dan keberanian.

Dari Budi Utomo hingga Reformasi Birokrasi, perjuangan bangsa yakni kisah panjang yang belum usai. Dan kini, giliran kita untuk melanjutkannya. (*)

***

*) Oleh : Heru Wahyudi, Dosen di Prodi Administrasi Negara Universitas Pamulang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Tangerang just now

Welcome to TIMES Tangerang

TIMES Tangerang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.