TIMES TANGERANG, YOGYAKARTA – style="text-align:justify">Penataan Kawasan Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta menuai polemik. Rencana penataan ulang yang digagas PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 6 Yogyakarta ditolak mentah-mentah oleh warga terdampak. Drama pun berlanjut saat Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X akhirnya turun tangan langsung.
Konflik ini berawal dari rencana pengosongan 13 rumah dinas dan satu bangunan yang berdempetan dengan kantor PT KAI di RT 2 RW 1, Kelurahan Bausasran.
Seluruh bangunan itu berdiri di atas Tanah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat - yang belakangan menjadi polemik karena belum adanya kejelasan terkait status dan hak huninya.
Namun yang membuat publik terkejut, sebagian warga justru menyatakan tidak akan pergi dari rumah mereka kecuali diminta langsung oleh Sultan.
Menanggapi kisruh ini, Sri Sultan mengaku belum mendapat informasi lengkap terkait detail rencana penataan ulang oleh PT KAI.
“Saya belum tahu kepastiannya seperti apa. Tapi bagaimanapun, kalau memang itu bermasalah, ya harus kita selesaikan,” ujar Sultan, Minggu (13/4/2025).
Tak ingin polemik meluas, Sultan pun memerintahkan GKR Mangkubumi - putri sulung sekaligus pengelola urusan tanah Kasultanan - untuk turun tangan memediasi warga dan pihak PT KAI.
“Saya dengar dulu dari kedua belah pihak. Nanti biar Mangkubumi yang undang pertemuan, karena itu memang wewenangnya,” tegas Sultan.
Warga terdampak menilai PT KAI terkesan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Mereka mengeluhkan kurangnya transparansi dan pendekatan yang dinilai tidak manusiawi.
Beberapa dari mereka bahkan menyebut belum pernah dilibatkan dalam dialog resmi.
“Kami tinggal di sini sudah puluhan tahun. Tiba-tiba digusur tanpa kepastian? Kami bukan benda mati,” ujar salah satu warga yang enggan disebut namanya.
Sebaliknya, PT KAI berdalih bahwa kawasan tersebut merupakan aset vital yang masuk dalam zona operasional kereta api. Pengosongan dilakukan demi kelancaran pengembangan kawasan stasiun yang akan dimulai Mei 2025.
Perdebatan sengit pun merambah dunia maya. Warganet terbelah: sebagian mendukung langkah PT KAI demi modernisasi dan estetika kota, namun tak sedikit yang membela warga yang dinilai diperlakukan tidak adil.
“Penataan oke, tapi jangan pakai cara serobot. Harus manusiawi dong,” tulis akun @jogjawatch di Twitter/X.
Dengan adanya mediasi yang akan difasilitasi langsung oleh GKR Mangkubumi, banyak pihak berharap ini akan menjadi titik balik penyelesaian konflik. Pertemuan besar itu digadang-gadang sebagai penentu nasib puluhan kepala keluarga yang kini hidup dalam ketidakpastian.
Akankah PT KAI luluh? Atau warga harus angkat kaki dari rumah yang sudah mereka tempati puluhan tahun?
Yang jelas, semua mata kini tertuju pada penataan Stasiun Lempuyangan, satu kawasan kecil yang kini jadi panggung besar pertarungan antara pembangunan dan keadilan sosial. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Geger Penataan Stasiun Lempuyangan Yogyakarta, Sultan HB X Utus GKR Mangkubumi Gelar Mediasi
Pewarta | : A Riyadi |
Editor | : Ronny Wicaksono |