https://tangerang.times.co.id/
Berita

Klinting Produksi Ngawen Sleman, Lonceng Kuningan Penjaga Napas Seni Tradisi Jawa

Minggu, 07 Desember 2025 - 17:22
Klinting Produksi Ngawen Sleman, Lonceng Kuningan Penjaga Napas Seni Tradisi Jawa Kerajinan klitingan di Padukuhan Ngawen, Kalurahan Sidokarto, Kapanewon Godean, Sleman. (FOTO: A.Tulung/TIMES Indonesia)

TIMES TANGERANG, SLEMAN – Tak banyak yang tahu bahwa denting lembut yang mengiringi tari jathilan, topeng, hingga tabuhan gamelan berasal dari sebuah dusun kecil di Kabupaten Sleman.

Di Padukuhan Ngawen, Sidokarto, Godean, kerajinan cor kuningan telah menjadi nadi kehidupan selama puluhan tahun. Di tempat inilah klinting lonceng kecil bernada tinggi diciptakan dengan ketelitian tingkat tinggi oleh para perajin lokal.

Keunikan klinting Ngawen terletak pada proses produksinya yang tetap bertahan secara tradisional meski teknologi industri semakin marak. Bahan logam rongsok dilebur, dicetak, dibakar, dipoles, lalu diuji nada, semua dilakukan dengan tangan tanpa mekanisasi massal.

Perajin-klitingan-di-Padukuhan-Ngawen.jpg

Perajin klitingan di Padukuhan Ngawen, Sidokarto, Godean, Sleman. (FOTO: A.Tulung/TIMES Indonesia)

Salah satu perajin yang masih setia menjaga cara lama itu adalah Ika Andrianti (43). Ia menjalani seluruh tahapan pembuatan klinting secara manual dari awal hingga akhir.

“Kalau campuran kuningannya murni, hasilnya kuat. Kalau banyak bahan tambahan, mudah patah,” kata Ika, Minggu (07/12/2025).

Setiap klinting membutuhkan waktu sekitar dua minggu untuk diselesaikan. Meski terdengar sederhana, prosesnya menuntut ketelitian ekstrem. Sedikit kesalahan dalam komposisi atau pembakaran dapat mengubah suara menjadi fals dan tidak layak dipakai dalam pertunjukan seni.

Naik Turun Pasar: Masa Keemasan hingga Periode Sulit

Kejayaan kerajinan kuningan Ngawen mencapai puncaknya pada era 1980–2000-an. Pesanan berdatangan dari berbagai daerah, perajin bertambah, dan denting klinting terdengar di hampir setiap sudut dusun.

Namun keadaan berbalik saat pandemi COVID-19 melanda. Aktivitas seni terhenti dan pembeli hilang tiba-tiba. “Dulu perajinnya puluhan. Sekarang tinggal enam sampai tujuh orang,” ungkap Imam Nugroho, Dukuh Ngawen.

Generasi muda enggan meneruskan profesi ini karena dianggap tidak menjanjikan secara ekonomi. Sementara itu, produk pabrikan murah semakin mendominasi pasar, meski kualitas suaranya tidak dapat menandingi klinting tradisional.

Di antara sedikit perajin senior yang tersisa, Mulyadi (60) masih bekerja tanpa lelah mempertahankan tradisi. Ia mengingat jelas masa ketika pesanan datang tanpa henti, bahkan hingga melebihi kapasitas produksi. “Tahun 2000-an ramai sekali. Sekarang pasarnya sepi,” ujarnya.

Untuk bertahan, Mulyadi memanfaatkan pemasaran digital. Ia memproduksi klinting kecil hingga 50 kodi per minggu bersama istri dan anaknya, dijual sekitar Rp75 ribu per kodi.

Upaya Pemerintah Hidupkan Sentra Kerajinan

Pemerintah Kabupaten Sleman menegaskan keseriusannya menjaga keberlanjutan kerajinan Ngawen.

Kabid Perindustrian Disperindag Sleman, Wulan Wulandari, menilai kualitas klinting Ngawen sangat unggul dan perlu dipromosikan lebih luas.

“Mutunya istimewa. Daya tahannya kuat, jadi pembeli jarang melakukan pesanan ulang karena produknya memang awet,” ujar Wulan.

Dalam waktu dekat, pemerintah menyiapkan dukungan berupa promosi digital, penggunaan fasilitas Dekranasda untuk pemasaran, hingga program pendampingan usaha bagi perajin.

Harapan Agar Suara Klinting Tetap Menggema

Meski perajin semakin sedikit, semangat warga Ngawen menjaga tradisi tidak padam. Klinting bukan hanya produk ekonomi, tetapi simbol sejarah, identitas, dan kebanggaan desa.

Selama masih ada perajin yang mempertahankan cara-cara tradisional seperti Ika, Mulyadi, dan Munawir, denting klinting akan tetap mengudara, mengiringi seni budaya Jawa dan menegaskan bahwa kerajinan lokal tidak kalah dengan industri modern.

Masyarakat berharap lebih banyak dukungan, terutama dari generasi muda dan sektor pasar, agar klinting Ngawen tidak hanya bertahan, tetapi kembali berjaya sebagai ikon budaya Indonesia. (*)

Pewarta : A. Tulung
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Tangerang just now

Welcome to TIMES Tangerang

TIMES Tangerang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.